Minggu, 21 Februari 2016

PRINSIP-PRINSIP BELAJAR ANAK USIA DINI

Menurut margono slamet dalam modul yang ditulisnya, ada beberapa prinsip pembelajaran, diantaranya adalah :
1.      PRINSIP KESIAPAN : Tingkat keberhasilan belajar tergantung pada kesiapan pelajar. Apakah dia sudah dapat mengkonsentrasikan pikiran, atau apakah kondisi fisiknya sudah siap untuk belajar.
2.      PRINSIP ASOSIASI : Tingkat keberhasilan belajar juga tergantung pada kemampuan pelajar mengaso-      siasikan atau menghubung-hubungkan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah ada dalam ingatannya : pengetahuan yang sudah dimiliki, pengalaman, tugas yang akan datang, masalah yang pernah       dihadapi, Dll.
3.      PRINSIP LATIHAN :  Pada dasarnya mempelajari sesuatu itu perlu berulang-ulang atau diulang-ulang, baik mempelajari pengetahuan maupun keterampilan, bahkan juga dalam kawasan afektif. Makin sering diulang makin baiklah hasil belajarnya.
4.      PRINSIP EFEK (AKIBAT) : Situasi emosi-    onal pada saat belajar akan mempengaruhi hasil belajarnya. Situasi emosional itu dapat disimpulkan sebagai perasaan senang atau tidak senang selama belajar.

Selain itu, saya menemukan lagi prinsip-prinsip pembelajaran yang dikhususkan pada pembelajaran anak usia dini dari artikel yang ditulis berdasarkan studi literatur yang dilakukan Sri Hartati. Prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut:
1.      Dunia anak adalah bermain
Marzollo & Lloyd mengatakan setiap anak yang dilahirkan memiliki rasa ingin tahu, memiliki inmajinasi yang alami dan kratif, memiliki kemampuan belajar, berinteraksi dengan orang-orang/ benda-benda di lingkungannya. Pendidikan yang dilakukan harus sesuai dengan tingkat usia pertumbuhan dan perkembangan, agar anak dapat berkembang sebagaimana mestinya.
Patmonodewo 2001, dalam kehidupan sehari-hari kegiatan bermain begitu mudah diamati namun dalam beberapa situasi bermain sulit dibedakan dengan kegiatan bukan bermain. Suatu batasan bermain sebagai berikut: Bermain bukan bekerja; bermain adalah pura-pura bukan sesuatu yang sungguh-sungguh, bukan suatu kegiatan yang produktif dan sebagainya; demikian pada anak yang sedang bermain dapat membentu dunianya sehingga sering kali dianggap nyata, sungguh-sungguh, produktif dan menyerupai kehidupan yang sebenarnya. Bermain dalam tatanan Sekolah dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kesatuan yang berujung pada bermain bebas, bermain dalam bimbingan dan berakhir pada bermain dengan di arahkan.
Menurut Seto dalam Rahmawati 2001, kehidupan bermain adalah kehidupan anak-anak, dan melalui bermain mereka meniru aktivitas yang dilakukan orang dewasa. Bermain adalah awal dari timbulnya kreativitas. Dengan demikian, suasana bermain memungkinkan individu berfikir dan bertindak imajinatifdan penuh daya hayal. Oleh karena itu kreativitas anak dapat ditingkatkan dengan mengembangkan berbagai kegiatan dan suasana bermain. Orang tua dan guru dapat berperan aktif menciptakan suasana bermain melalui sikap menghargai, memberikan kebebasan kepada anak.

2.      Menyentuh segala aspek perkembangan (Fisik, Kognitif, Emosi, Sosial, dan Bahasa).
* Fisik
Koralek 1995; Syah 1995 dan Armstrong berpenapat pertumbuhan dan perkembangan anak menyentuh segala aspek perkembangan. Perkembangan fisik ditentukan pada hal kegiatan yang melibatkan otak juga gerakan – gerakan.Secara singkat fisik dpapat pula di pahami sebagai segala keadaan yang mlibatkan atau menghasilkan rangsangan terhadap kegiatan organ – organ fisik.
• Kognitif
Koralek dkk 1995, Syah 1995 & Armstrong 2002 berpendapat kongnitif berasal dari kata congnition Knowing yang berarti mengetahui pola berkembang dan selanjutnya.Istilah kongnitif menjadi populer sebagai suatu dunia atau wilayah psikologi manusia yang meliputi setiap prilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan pengolahan informasi dan pemecahan masalah.
• Emosi
Shapiro 2001, berpendapat emosional memang di mulai dari peranan dalam membesarkan dan mendidik anak. Bahwa dengan keterampilan emosianal EQ yang sama untuk membuat anak bersemangat tinggi dalam belajar untuk di sukai oleh teman – teman di arena bermain dan membantu anak maju ke depan.
• Sosial
Koralek dkk 1995 & Kartono 1995, kemampuan anak untuk dapat bersosialisasi dengan orang-orang dan benda-benda yang ada di lingnkungannya. Anak merupakan pribadi sosial yang memerlukan hubungan dan komonikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya, dengan itu ia dapat berkembang menjadi dewasa.
• Bahasa
Koralek dkk 1995 & Semiawan 2002, bahasa sebagai alat untuk menyatakan diri (fungsi ekspresi) juga menangkap pikiran dan perasaan orang lain. Perkembangan bahasa terutama berbicara juga sangat dipengaruhi oleh kehidupan emosi. Perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan intelektual anak.

3.      Menghargai perbedaan individu
Kartono, 1995 berpendapat sejak anak dilahirkan sudah mempunyai ciri-ciri dan tingkahlaku, karekteristik yang individual. Ciri-ciri karakter yang terdapat sejak lahiritu cenderung kuat sekali untuk tetap bertahan samapi dewasa. Selanjutnya anak akan menampakan nilai dan martabat sendiri. Kita harus mengakui bahwa individu anak berbeda, maka perbedaan individu ini menampilkan nilai-nilai dan perbedaan anak yang didukung oleh perbedaan sistem niali anak mengakibatkan perbedaan respon masing-masing anak terhadap pengaruh lingkungan, uasaha bimbingan dan pendidikan.

4.      Mengembangkan harga diri (Sikap/pendapat anda/anak tentang diri anda sendiri).
Menurut Savere 2000, Mengembangkan harga diri pada anak dapat dilakukan dengan cara: Tunjukkan kepada anak bahwa dirinya penting dengan memperlakukannya dengan rasa hormat. Ajaklah anak-anak anda bahwa berusaha itu berusaha itu sangat penting untuk keberhasilan, ketekunan ini ada manfaatnya. Ajaklah anak-anak anda untuk menerima kekurangan sekaligus kelebihannya. Ajaklah anak untuk mengamati kekecewaan, kekacauan adalah bagian dari hidup. Ajaklah anak-anak menyayangi akan mendukung dirinya sendiri, menjadi sahabat baik bagi dirinya sendiri adalah penting. Ajaklah anak untuk menghargai alasan-alasan hidup, alasan-alasan bagi hubungan.

5.      Non diskrimatif (Ras, agama, suku, gender)
Menurut Kartono 1995, dalam fase kehidupan pertama dunia lahiriah dan batiniah anak belum terpisahkan, artinya anak belum dapat memahami perbedaannya/ merupakan kesatuan yang bulat. Oleh kartena itu penghayatan diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur dalam setiap gerak, tingkah laku dan bahasa.
Menurut Patmonodewo 2001, melalui pengamatan kegiatan bermain pada anak perempuan dan laki-laki dikatakan bahwa cara bermain mereka menunjukkan perbedaan. Beberapa ahli berpendapat bahwa perbedaan tersebut telah dibawa sejak lahir (faktor genetik). Sementara ahli lain mengatakan bahwa perbedaan tersebut disebabkan karena cara pengasuan yang berbeda sejak anak dilahirkan. Sebagai seorang guru dalam pendidikan prasekolah disarankan untuk tidak membedakan sarana & kegiatan abermain antara anak laki-laki dan perempuan. Dengan demikian masing-masing anak akan memdapatkan peluang yang luas dalam mengembangkan kegiatan bermain dan keterampilan.

6.      Melibatkan lingkungan tumbuh anak (baik orang tua, keluarga, ,maupun masyarakat)
Menurut Brazelton 1992 & Patmonodewo 2000, Orang tua (ayah-ibu) merupakan orang yang pertama kali menjalin hubungan dengan anak, bahkan sebagai orang tua mereka mempunyai berbagai peranan pilihan utama yaitu orangn tua sebagai pengajar, relawan, sebagai pembuat keputusan dan anggota tim kerjasama guru-orang tua. Dalam peranan tersebut memungkinkan orang tua membantu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan (emosional,prilaku), kemajuan (minat & bakat) anak-anak mereka.
Koralek dkk 2001 & Shapiro 2001, mengatakan pertumbuhan dan perkembangan didukung oleh keluarga. Proses dimana keluarga menggunakan segala kemampuan mereka. Mengajak anak dalam memberi teladan: Peran keluarga dalam menjalin mengikut sertakan dalam pemecahan masalah. Keluarga harus bersikap adil, menghargai, jujur sehingga anak dapat mencontoh. Dalam keluarga wajib mendorong perkembangan keterampilan emosional&sosial demi keberhasilan mereka.
Patmonodewo 2001, berbagai orang yang berbeda disekitar anak dapat dibedakan dalam usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Lingkungan anak lebih baik bila orang-orang di sekitarnya berpendidikan dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan.

7.      Bebas tanpa paksaan
Koralek dkk 1995 & Rahmawati 2001, Anak dapat melakukan sesuatu tanpa adanya tekanan dari orang tua dan guru. Anak harus diangggap subjek oleh keluarga maupun oleh dunia pendidikan. Sehingga anak mampu mengeksperikan dirinya, menumbuhkan rasa puas dan menjadikan mereka percaya diri, mampu menuangkan imajinasinya. Dengan berani mengekspresikan dirinya anak akan menjadi kreatif.

8.      Aman dan melindungi
Menurut Koralek dkk 1995, Anak merasa aman ketika berada dalam lingkungan tumbuh anak (Orang tua, sekolah dan masyarakat) bersikap melindungi. Dengan berada di lingkungan yang mendukung perkembangan anak maka anak menjadi pribadi yang memiliki rasa percaya diri, mampu mengekspresikan diri secara positif, sehingga anak merasa bebas untuk mengembangkan minat, bakat dan krativitasnya. Patmonodewo 2001, menambahkan di sekolah juga harus tersedia materi, ruang, lingkungan fisik yang aman akan mempengaruhi anak, sehingga akan merasa bebas dan tidak takut untuk mengebangkan kreativitasnya.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar